September 11, 2013

Lezatnya The Chocolate Kiss

Paris, chef tampan, pastry lezat, dan ditambah dengan wanita cantik pemilik racikan chocolate chaud (cokelat panas) yang sangat enak, apalagi yang lebih sempurna dari pada itu?

Judul dan covernya saja sudah menarik minat CingMut untuk membeli buku ini. Sinopsisnya pun tak kalah lezat merayu-rayu untuk segera memiliki novel ini.

Jujur CingMut mengakui bahwa novel ini amat susah untuk dibaca. Susah karena memang terjemahannya tidak terlalu nyaman untuk dibaca. Bukan baru sekali ini CingMut bertemu dengan novel terjemahan. Harry Potter itu CingMut juga baca yang terjemahannya, dan bahasanya mudah dimengerti. Atau mungkin bahasa aslinya, yang dikarang oleh Laura Florand memang rumit. Entahlah, yang pasti CingMut butuh konsentrasi ekstra membacanya. Terkadang mengernyitkan dahi, membaca ulang kalimat yang tidak dimengerti.


Pada akhirnya, walaupun tertatih-tatih CingMut mengerti jalan cerita novel ini. Mengambil setting di Ile Saint-Louis, sebuah pulau alami di Seine, di Paris. Berkisah tentang Magalie Chaudron yang bekerja di  La Maison des Sorcieres, sebuah kedai teh kecil milik bibinya. Awalnya semua berjalan seperti biasa, sampai ia mendengar kabar bahwa Philippe Lyonnais, seorang pastry chef terkemuka akan membuka toko di tempat yang tak jauh dari kedai tempat Magalie bekerja. 

Persaingan tak terhindarkan. Magalie dan Philippe saling menggoda dalam permusuhan melalui makanan dan minuman. Masing-masing dari mereka menjaga gengsi untuk tidak sedikitpun mencicipi makanan/minuman yang dibuat oleh lawan. Magalie setengah mati menahan diri untuk tidak mencicipi macaroon buatan Philippe yang teramat tersohor di penjuru Paris, walaupun bentuk kue itu jelas-jelas menggodanya, krim yang menjadi isian macaroon itu pun tak kalah menggiurkan. Hal yang sama terjadi pada Philippe. Ia berjuang sekuat tenaga untuk tidak mencicipi choclate chaud racikan Magalie yang memiliki aroma yang selalu memenuhi kedai kecil mereka. Pekatnya cairan berwarna coklat itu seolah-olah menarik Philippe untuk setidaknya mencicipi barang seteguk saja. Tapi Philippe bertahan.

Membaca novel ini CingMut menggelepar membayangkan bentuk-bentuk pastry yang dibuat di kedai Magalie maupun toko kue kepunyaan Philippe. Laura Florand ini benar-benar lihat menceritakan secara detail kue-kue itu. Membayangkannya saja terasa air liur memenuhi mulut. 

Persaingan tidak selamanya persaingan. Sekuat apapun mereka bertahan, namun mereka tidak bisa memungkiri bahwa mereka jatuh cinta satu sama lain. Namun semuanya tidak mudah. Walaupun Philippe terang-terangan sudah menunjukkan rasa cintanya pada Magalie, namun Magalia tidak begitu saja menerima Philippe. Ada sesuatu dalam diri Magalie yang membuat ia bersikeras untuk bersikap seolah-olah membentengi dirinya agar tak didekati oleh Philippe. 

Novel ini romantis dengan caranya sendiri. Adegan-adegan antara Philippe dan Magalie seringkali manis dan menggemaskan. Namun Laura Florand pintar sekali untuk memaksa kita, sebagai pembaca, untuk bersabar mencapai klimaks di akhir novel. 

Adegan-adegan dewasa juga terselip beberapa, tapi Laura mengemasnya dengan apik sehingga semuanya terasa sangat romantis, manis, dan Paris sekali. Ya Tuhan... CingMut kepingin punya pacar orang Paris deh.. :D

Semakin ke bagian akhir, CingMut semakin mengabaikan penggunaan bahasa terjemahan yang sulit dimengerti. CingMut menikmat semua keindahan yang disuguhkan penulisnya. Keindahan Paris, keindahan Ile Saint Louis, merasakan CingMut berjalan di jembatan di atas sungai Seine, ikut mengkhayalkan tengah menyesap coklat panas di kedainya Magalie. 

Novel ini indah dan lezat. Kisah cinta berbalut coklat panas dan kue-kue manis. Di akhir novel CingMut tidak tahan untuk mengembangkan senyum CingMut.



Empat paws CingMut rasa tidak berlebihan untuk novel ini. Yang akan datang, CingMut akan beli seri novel-novel coklat ciptaan Laura Florand. CingMut berharap semoga bahasa terjemahannya bisa lebih nyaman dibaca.









No comments:

Post a Comment